Kamis, 17 Juni 2010

Dia Bilang...

Bagai Guratan yang tak bertepi
Tiada Pangkal dan Ujung

Kucoba telusuri, kucari jejak
namun tak pernah kutemukan

Kapan semuanya akan berakhir?
Mungkinkah menunggu sampai aku benar-benar tak berdaya?

by, Mamakku.
17 june 2010
07.17 WIB

Senin, 14 Juni 2010

Senyum

Ada senyum di mata elang yang membuatku ingin segera terbang.

Ada senyum di pucuk bintang, membuatku yakin segera terbang.

Ada senyum di pepohonan rindang, tempat sayapku tersangkut dahan... Sekarang terbang.

Dia tersenyum di tempat tempat, di ruang yang kutatap.
Dia tersenyum memberi hiburan, pada alam juga badan. Dirinya sendiri...
Dia tersenyum membawa tangis di kedalaman
Dia tetap tersenyum menjaga tawa berlebihan.
Dia terus tersenyum, menutup sedih berkepanjangan.

Senyum itu dia
Dia adalah senyum.

Yang seharinya diisi tangis dan muram.
Tapi detiknya tak lepas dari senyum.

Detik penuh senyum
Senyum penuh detik
Detik dalam Senyumnya

Menghibur dia dan dia serta mereka

Senyum lembayung
Senyum lalu yang tak layu...
Hanya maya... Sesekali dirundung pilu.

Itu senyumku...

Rindu

Cinta...
Kurindui senyummu
Kurindui basah bibirmu
Kurindui damai tatapmu
Ku juga rindui hangat dekapmu

aku merindumu,
seperti kurindui siang saat datang malam
laksana kurindui pagi saat siang mulai terik
kurindui senja teduh saat pagi mulai menghilang...

Aku merindui embun saat tak ada sejuk
Dan tetes air mata langit kala matahari bebas berlalu lalang dalam musimnya

aku sangat merindumu... Seperti itu...

Sentuhmu saat menyeka air mataku
Suaramu bila menenangkanku
Dan ucapmu yang meyakinkanku

aku...
Sangat merinduimu imamku.
Bahasa, kata apalagi yang bisa mewakili ini cintaku...
Aku sangat ingin menggantinya
dengan bahasaku
bahasa kita saja...

Yang jelas, aku merindumu. imamku...

Imamku untuk sekarang dan nanti...

sebelas

Kamu sekarang sebelas
matamu sebelas, rambut, tangan, kaki juga sebelas.
Semuanya serba sebelas.

7 juni silam...
7 juni 1999, tepat saat pemilu...
Di dini hari yang dingin. 01.30... Dia kesakitan... Ibu

hingga pagi jam 07.00 kalian 'memilih' bersama.
Meski kamu sudah tidak sabar.
Mengetuk pintu sekerasnya ingin segera masuk.

Dunia yang kan kau perbaiki...

lalu, kau sundul pintu itu lebih keras lagi.
Sampai 13.30... Terik! Panas...
Kau dinginkan, dengan ekspresi bahagiamu

oe' oe'...

Ibu dan kami menangis...
Si pembawa kebaikan yang kokoh telah datang...
Itu dulu...

Hei, apakah kamu bahagia sekarang adikku?
Dengan sebelasmu?
Sudahkah kau memperbaiki dunia?

Hah... Belum cukup adikku...
Baru sebelas...
Kamu bisa lebih...

Jangan bangga dengan angka prima kembar itu...

Jangan!!

Ayo adikku, lawanlah... Bangkitlah lagi...

Untuk menerima dua belas, tiga belas, empat belasmu, dan seterusnya.

Perbaiki dunia, jadilah khalifah...

Seperti inginmu saat akan masuk kesini...

Ayo bantu kami yang sangat membutuhkan ini.

-to: kukuh prayogi, adikku. Lawanlah penyakit itu sayang...-

kado

Dengan menutup mata, ku rasa EmbunMu masih sampai di Tanah kami,
Raut muka langit sudah mulai cantik,
Awan telah sibuk berlalu lalang.

Aku pikir, masih seperti biasanya.

Ya, karena dia juga masih seperti biasa.
Ku pandangi wajah layu, tubuh lesu dg semangat yg menggebu.

Dia ingin kadoMu wahai Allah,
Dia ingin hadiahMu...

Ku mOhon, berilah Dia kesembuhan.
Kembalikanlah pinjaman matamu, pinjaman kakimu, pinjaman sehatmu...

Agar dia kembali menyapamu.
Dengan takbiratul ihram dan tangan menengadah. Seraya 'Amin'

kado, hadiah, bingkisan untuk dia...
Hanya kesembuhan...
Engkau Yang Maha Tahu..
Engkau Sang Maha Kaya lagi Bijaksana...

Kabulkanlah...

Ini yang juga dariku...

Kado-do'a

Mengais Mimpi

lama bertarung
terjejal di otak yang menyamai sampah
lama bertarung
di belantara hati yang sempit
ingin, mimpi dan semangat

nyaris meniada

tercecer lima, enam dan tujuh
hanya hitungan jari
itu tidak!!!
beberapa yang lebih
itu bukan....

aku, diriku...
kembali meniada dibalik jeruji...
yang tak tentu dimana
yang tak kutau dimana

pada langit ku teriakkan mimpi
pada hati dan otakku kutanyakan, bagaimana????

aku... merindu mimpi yang utuh

biar aku kembali mengais, jika perlu menangis..

untuk mimpiku yang telah berserakan..

mungkinkah? terkumpul lagi. RUJUK!!!

Sajak Bisu

sudah kutanyakan, tapi kau tak menjawab
sudah ku ulang tanyaku, kau tetap diam...
kau tuli???
bisu???

Pada sajak bisu,
ku tanya sebab ringkih tubuhku
ku tanya sebab pincang semangatku
ku tanya lagi, kenapa aku begini...

Pada sajak bisu,
dia tak menjawab...

Sajak bisu,
senja belum juga basah,
saat ridu di ubun hari
merayap ke ubun kepalaku...
saat pagi masih berembun, pekat

padamu, sajak bisu
ku lantun tanya yang tak jua kau jawab.
kapan kau bantu aku
merangkak dan berjalan lagi

padamu, sajakku
sajak yang tak punya kata
hanya "sunyi"
ku lafalkan rindu muara hati

aku merindui rinduku yang bisu
Dulu...
aku merindui rinduku yang diam

padamu sajak bisu, hanya padamu
aku berani bercerita
karena kau Bisu!!!